Di antara kamu dan saya ada sebuah meja.
Mungkin itu yang terbaik buat
kita, agar sesekali saling memandang mata.
Bukankah mata itu jendela? Dan hati pemiliknya?
Dan sesekali kita perlu saling menyapa dari tepiannya.
Di antara kamu dan saya ada sebuah meja.
Mungkin itu yang terbaik buat kita, agar sesekali kita tak melulu saling raba.
Bukankah cinta mewakili jiwa, dan raga hanya selongsongnya?
Dan sesekali kita perlu memurnikan jiwa, tak berlutut serta diperbudak oleh raga.
Di antara kamu dan saya ada sebuah meja.
Ya, sesederhana itu.
Mungkin yang sepele dan sederhana mampu memperbaiki hubungan kita.
Itu harapan saya.
Itu saja.
Bukankah mata itu jendela? Dan hati pemiliknya?
Dan sesekali kita perlu saling menyapa dari tepiannya.
Di antara kamu dan saya ada sebuah meja.
Mungkin itu yang terbaik buat kita, agar sesekali kita tak melulu saling raba.
Bukankah cinta mewakili jiwa, dan raga hanya selongsongnya?
Dan sesekali kita perlu memurnikan jiwa, tak berlutut serta diperbudak oleh raga.
Di antara kamu dan saya ada sebuah meja.
Ya, sesederhana itu.
Mungkin yang sepele dan sederhana mampu memperbaiki hubungan kita.
Itu harapan saya.
Itu saja.
0 komentar:
Posting Komentar