Tampilkan postingan dengan label Hematologi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Hematologi. Tampilkan semua postingan

Jumat, 11 Mei 2012

HIPOGLIKEMIA (KADAR GULA DARAH RENDAH)

Diposting oleh Unknown di 07.56 1 komentar





Hipoglikemia (kadar gula darah rendah)
DEFINISI
Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar gula darah (glukosa) secara abnormal rendah.

Dalam keadaan normal, tubuh mempertahankan kadar gula darah antara 70-110 mg/dL.
Pada diabetes, kadar gula darah terlalu tinggi; pada hipoglikemia, kadar gula darah terlalu rendah.
Kadar gula darah yang rendah menyebabkan berbagai sistem organ tubuh mengalami kelainan fungsi.

Otak merupakan organ yang sangat peka terhdap kadar gula darah yang rendah karena glukosa merupakan sumber energi otak yang utama.
Otak memberikan respon terhadap kadar gula darah yang rendah dan melalui sistem saraf, merangsang kelenjar adrenal untuk melepaskan epinefrin (adrenalin).
Hal in akan merangsang hari untuk melepaskan gula agar kadarnya dalam darah tetap terjaga. Jika kadarnya menurun, maka akan terjadi gangguan fungsi otak.
PENYEBAB
Hipoglikemia bisa disebabkan oleh:

  • Pelepasan insulin yang berlebihan oelh pankreas
  • Dosis insulin atau obat lainnya yang terlalu tinggi, yang diberikan kepada penderita diabetes untuk menurunkan kadar gula darahnya
  • Kelainan pada kelenjar hipofisa atau kelenjar adrenal
  • Kelaiana pada penyimpanan karbohidra atau pembentukan glukosa di hati.

    Secara umum, hipogklikemia dapat dikategorikan sebagai yang berhubungan dengan obat dan yang tidak berhubungan dengan obat.
    Sebagian besar kasus hipoglikemia terjadi pada penderita diabetes dan berhubungan dengan obat.
    Hipoglikemia yang tidak berhubungan dengan obat lebih jauh dapat dibagi lagi menjadi:
    - Hipoglikemia karena puasa, dimana hipoglikemia terjadi setelah berpuasa
    - Hipoglikemia reaktif, dimana hipoglikemia terjadi sebagai reaksi terhadap makan, biasanya karbohidrat.

    Hipoglikemia paling sering disebabkan oleh insulin atau obat lain (sulfonilurea) yang diberikan kepada penderita diabetes untuk menurunkan kadar gula darahnya.
    Jika dosisnya lebih tinggi dari makanan yang dimakan maka obat ini bisa terlalu banyak menurunkan kadar gula darah.

    Penderita diabetes berat menahun sangat peka terhadap hipoglikemia berat.
    Hal ini terjadi karena sel-sel pulau pankreasnya tidak membentuk glukagon secara normal dan kelanjar adrenalnya tidak menghasilkan epinefrin secara normal. Padahal kedua hal tersebut merupakan mekanisme utama tubuh untuk mengatasi kadar gula darah yang rendah.

    Pentamidin yang digunakan untuk mengobati pneumonia akibat AIDS juga bisa menyebabkan hipoglikemia.
    Hipoglikemia kadang terjadi pada penderita kelainan psikis yang secara diam-diam menggunakan insulin atau obat hipoglikemik untuk dirinya.

    Pemakaian alkohol dalam jumlah banyak tanpa makan dalam waktu yang lama bisa menyebabkan hipoglikemia yang cukup berat sehingga menyebabkan stupor.
    Olah raga berat dalam waktu yang lama pada orang yang sehat jarang menyebabkan hipoglikemia.

    Puasa yang lama bisa menyebabkan hipoglikemia hanya jika terdapat penyakit lain (terutama penyakit kelenjar hipofisa atau kelenjar adrenal) atau mengkonsumsi sejumlah besar alkohol.
    Cadangan karbohidrat di hati bisa menurun secara perlahan sehingga tubuh tidak dapat mempertahankan kadar gula darah yang adekuat.
    Pada orang-orang yang memiliki kelainan hati, beberapa jam berpuasa bisa menyebabkan hipoglikemia.
    Bayi dan anak-anak yang memiliki kelainan sistem enzim hati yang memetabolisir gula bisa mengalami hipoglikemia diantara jam-jam makannya.

    Seseorang yang telah menjalani pembedahan lambung bisa mengalami hipoglikemia diantara jam-jam makannya (hipoglikemia alimenter, salah satu jenis hipoglikemia reaktif).
    Hipoglikemia terjadi karena gula sangat cepat diserap sehingga merangsang pembentukan insulin yang berlebihan. Kadar insulin yang tinggi menyebabkan penurunan kadar gula darah yang cepat.
    Hipoglikemia alimentari kadang terjadi pada seseorang yang tidak menjalani pembedahan. Keadaan ini disebut hipoglikemia alimentari idiopatik.

    Jenis hipoglikemia reaktif lainnya terjadi pada bayi dan anak-anak karena memakan makanan yang mengandung gula fruktosa dan galaktosa atau asam amino leusin.
    Fruktosa dan galaktosa menghalangi pelepasan glukosa dari hati; leusin merangsang pembentukan insulin yang berlebihan oleh pankreas.
    Akibatnya terjadi kadar gula darah yang rendah beberapa saat setelah memakan makanan yang mengandung zat-zat tersebut.

    Hipoglikemia reaktif pada dewasa bisa terjadi setelah mengkonsumsi alkohol yang dicampur dengan gula (misalnya gin dan tonik).

    Pembentukan insulin yang berlebihan juga bisa menyebakan hipoglikemia. Hal ini bisa terjadi pada tumor sel penghasil insulin di pankreas (insulinoma).
    Kadang tumor diluar pankreas yang menghasilkan hormon yang menyerupai insulin bisa menyebabkan hipoglikemia.

    Penyebab lainnya adalah penyakti autoimun, dimana tubuh membentuk antibodi yang menyerang insulin.
    Kadar insulin dalam darah naik-turun secara abnormal karena pankreas menghasilkan sejumlah insulin untuk melawan antibodi tersebut.
    Hal ini bisa terjadi pada penderita atau bukan penderita diabetes.

    Hipoglikemia juga bisa terjadi akibat gagal ginjal atau gagal jantung, kanker, kekurangan gizi, kelainan fungsi hipofisa atau adrenal, syok dan infeksi yang berat.
    Penyakit hati yang berat (misalnya hepatitis virus, sirosis atau kanker) juga bisa menyebabkan hipoglikemia.
  • GEJALA
    Pada awalnya tubuh memberikan respon terhadap rendahnya kadar gula darh dengan melepasakan epinefrin (adrenalin) dari kelenjar adrenal dan beberapa ujung saraf.
    Epinefrin merangsang pelepasan gula dari cadangan tubuh tetapi jugamenyebabkan gejala yang menyerupai serangan kecemasan (berkeringat, kegelisahan, gemetaran, pingsan, jantung berdebar-debar dan kadang rasa lapar).

    Hipoglikemia yang lebih berat menyebabkan berkurangnya glukosa ke otak dan menyebabkan pusing, bingung, lelah, lemah, sakit kepala, perilaku yang tidak biasa, tidak mampu berkonsentrasi, gangguan penglihatan, kejang dan koma.
    Hipoglikemia yang berlangsung lama bisa menyebabkan kerusakan otak yang permanen.

    Gejala yang menyerupai kecemasan maupun gangguan fungsi otak bisa terjadi secara perlahan maupun secara tiba-tiba.
    Hal ini paling sering terjadi pada orang yang memakai insulin atau obat hipoglikemik per-oral.

    Pada penderita tumor pankreas penghasil insulin, gejalanya terjadi pada pagi hari setelah puasa semalaman, terutama jika cadangan gula darah habis karena melakukan olah raga sebelum sarapan pagi.
    Pada mulanya hanya terjadi serangan hipoglikemia sewaktu-waktu, tetapi lama-lama serangan lebih sering terjadi dan lebih berat.
    DIAGNOSA
    Gejala hipoglikemia jarang terjadi sebelum kadar gula darah mencapai 50 mg/dL.
    Diagnosis hipoglikemia ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya dan hasil pemeriksaan kadar gula darah.

    Penyebabnya bisa ditentukan berdasarkan riwayat kesehatan penderita, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium sederhana.
    Jika dicurigai suatu hipoglikemia autoimun, maka dilakukan pemeriksaan darah untuk mengetahui adanya antibodi terhadap insulin.

    Untuk mengetahui adanya tumor penghasil insulin, dilakukan pengukuran kadar insulin dalam darah selama berpuasa (kadang sampai 72 jam).
    Pemeriksaan CT scan, MRI atau USG sebelum pembedahan, dilakukan untuk menentukan lokasi tumor.
    PENGOBATAN
    Gejala hipoglikemia akan menghilang dalam beberapa menit setelah penderita mengkonsumsi gula (dalam bentuk permen atau tablet glukosa) maupun minum jus buah, air gula atau segelas susu.

    Seseorang yang sering mengalami hipoglikemia (terutama penderita diabetes), hendaknya selalu membawa tablet glukosa karena efeknya cepat timbul dan memberikan sejumlah gula yang konsisten.

    Baik penderita diabetes maupun bukan, sebaiknya sesudah makan gula diikuti dengan makanan yang mengandung karbohidrat yang bertahan lama (misalnya roti atau biskuit).

    Jika hipoglikemianya berat dan berlangsung lama serta tidak mungkin untuk memasukkan gula melalui mulut penderita, maka diberikan glukosa intravena untuk mencegah kerusakan otak yang serius.

    Seseorang yang memiliki resiko mengalami episode hipoglikemia berat sebaiknya selalu membawa glukagon.
    Glukagon adalah hormon yang dihasilkan oleh sel pulau pankreas, yang merangsang pembentukan sejumlah besar glukosa dari cadangan karbohidrat di dalam hati.
    Glukagon tersedia dalam bentuk suntikan dan biasanya mengembalikan gula darah dalam waktu 5-15 menit.

    Tumor penghasil insulin harus diangkat melalui pembedahan.
    Sebelum pembedahan, diberikan obat untuk menghambat pelepasan insulin oleh tumor (misalnya diazoksid).

    Bukan penderita diabetes yang sering mengalami hipoglikemia dapat menghindari serangan hipoglikemia dengan sering makan dalam porsi kecil. 


    Selasa, 17 April 2012

    Gambar Kelainan Eritrosit ( Erytrosit Abnormal )

    Diposting oleh Unknown di 05.16 0 komentar
    Kelainan Eritrosit ( Erytrosit Abnormal)



    1. teardrop cell

       berbentuk seperti tetesan air mata




    2.ovalosit

       Eritrosit berbentuk oval




    3. Sickle cell

     Eritrosit berbentuk seperti bulan sabit



    4. Krenasi cell

      Eritrosit bergerigi tidak tajam dan teratur




    5. Helmet cell

       Eritrosit berbentuk seperti topi baja




    6. Target cell

       Eritrosit seperti sasaran tembak



    7. Anulosit

       Central polar memucat




    8. Bur cell
        

    Eritrosit bergerigi tajam dan tidak teratur




    9. Rouleux

       
    Eritrpsit seperti rantai atau koin yang bertumpuk



    ini adalah gambaran - ganbaran kelainan eritrosit :) yang sudah saya searching di google :) terimakasih telah menyimaknya :) semoga bermanfaat bagi anda :)

    adapted from : google.com 

    Sabtu, 14 April 2012

    Hemoglobin

    Diposting oleh Unknown di 05.57 0 komentar


    Hemoglobin adalah metaloprotein (protein yang mengandung zat besi) di dalam sel darah merah yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh, pada mamalia dan hewan lainnya. Hemoglobin juga pengusung karbon dioksida kembali menuju paru-paru untuk dihembuskan keluar tubuh. Molekul hemoglobin terdiri dari globinapoprotein, dan empat gugus heme, suatu molekul organik dengan satu atom besi.
    Mutasi pada gen protein hemoglobin mengakibatkan suatu golongan penyakit menurun yang disebut hemoglobinopati, di antaranya yang paling sering ditemui adalah anemia sel sabit dan talasemia.

    • STRUKTUR HEMOGLOBIN
    Pada pusat molekul terdapat cincin heterosiklik yang dikenal dengan porfirin yang menahan satu atom besi; atom besi ini merupakan situs/loka ikatan oksigen. Porfirin yang mengandung besi disebut heme. Nama hemoglobin merupakan gabungan dari heme dan globinglobin sebagai istilah generik untuk protein globular. Ada beberapa protein mengandung heme, dan hemoglobin adalah yang paling dikenal dan paling banyak dipelajari.
    Pada manusia dewasa, hemoglobin berupa tetramer (mengandung 4 subunit protein), yang terdiri dari masing-masing dua subunit alfa dan beta yang terikat secara nonkovalen. Subunit-subunitnya mirip secara struktural dan berukuran hampir sama. Tiap subunit memiliki berat molekul kurang lebih 16,000 Dalton, sehingga berat molekul total tetramernya menjadi sekitar 64,000 Dalton. Tiap subunit hemoglobin mengandung satu heme, sehingga secara keseluruhan hemoglobin memiliki kapasitas empat molekul oksigen:
    Reaksi bertahap:
    • Hb + O2 <-> HbO2
    • HbO2 + O2 <-> Hb(O2)2
    • Hb(O2)2 + O2 <-> Hb(O2)3
    • Hb(O2)3 + O2 <-> Hb(O2)4
    Reaksi keseluruhan:
    • Hb + 4O2 -> Hb(O2)4

    Hemoglobin itu berfungsi mengikat oksigen dan kemudian mengangkut
    oksigen ke seluruh tubuh. Maka jika jumlah hemoglobin dibawah normal,
    tubuh akan kekurangan oksigen. 
    
    jumlah hemoglobin normal :
    *  pria : 13.8 - 17.2 gm/dl
    *  wanita : 12.1 - 15.1 gm/dl
    
    Angka hemoglobin dibawah normal mengindikasikan :
    * anemia 
    * defisiensi erythropoietin (dari gangguan ginjal)
    * kerusakan sel darah merah
    * pendarahan
    * keracunan timbal
    * mal nutrisi
    * kekurangan nutrisi seperti zat besi, asam folat, vitamin B12, vitamin B6
    * overhidrasi
    
    Angka hemoglobin di atas normal mengindikasikan :
    * penyakit jantung
    * cor pulmonale
    * pulmonary fibrosis
    * polycythemia vera
    
    Jumlah hemoglobin bisa turun akibat adanya perdarahan hebat, bisa juga
    karena pecahnya sel-sel darah merah, atau karena jenis anemia
    tertentu, misalnya sickle-cell anemia, anemia hemolitik (yaitu karena
    sel darah merahnya rapuh), dan juga karena adanya penyakit hemoglobin
    tertentu seperti Hemoglobin C Disease.
    
    Untuk menaikkan jumlah hemoglobin, tentunya dengan menaikkan jumlah
    sel darah merah. Caranya antara lain dengan meningkatkan asupan
    nutrisi zat besi, asam folat, vitamin B12, vitamin B6. Nutrisi-nutrisi
    ini yang dibutuhkan dalam pembentukan sel darah merah.
    
    
    adapted from : google

    Kamis, 05 April 2012

    POLISITEMIA

    Diposting oleh Unknown di 08.00 0 komentar


    POLISITEMIA


    1.Definisi 

    Polisitemia (selanjutnya disingkat: PV) adalah suatu kelainan mieloproliferatif yang progresif, kronik dan melibatkan unsur-unsur sumsum tulang. Di darah tepi terjadi peninggian nilai hematokrit dan volume sel darah merah total. Kelainan terjadi pada populasi sel asam (stem cell) klonal sehingga seringkali terjadi juga produksi leukosit dan trombosit yang berlebihan. Permasalahan yang ditimbulkan, berkaitan dengan massa eritrisit yang bertambah dan perjalanan penyakit ke arah fibrosis sumsum tulang. Fibrosis yang didapatkan bersifat poliklonal dan tidak neoplastik.
    Seperti diketahui, pada orang dewasa sehat semua eritrosit, granulosit, dan trombosit yang beredar di darah tepi diproduksi dalam sumsum tulang. Seorang dewasa berbobot 70 kg akan menghasilkan 1 x 1011 neutrofil dan 2 x 1011 eritrosit setiap harinya.
    Sebagai suatu penyakit neoplastik yang berkembang lambat, PV terjadi karena sebagian populasi sel darah merah berasal dari suatu klon sel asal yang abnormal; sel-sel tidak memerlukan eritropoietin untuk pematangannya; hal ini jelas membedakannya dari eritrositosis atau polissitemia sekunder dimana eritropoitein tersebut meningkat secara wajar (sebagai kompensasi atas kebutuhan yang meningkat, biasanya pada keadaan-keadaan dengan saturasi oksigen arterial rendah dan tidak wajar.
    PV biasanya mengenai penderita berumur 40-60 tahun, walaupun kadang-kadang (sebanyak 5%) ditemukan pada mereka yang berusia lebih muda; angka kejadian untuk PV ialah 7 per satu juta penduduk dalam ssetahun. Penyakit ini didapatkan dua kali lebih banyak pada wanita, dan dapat terjadi pada semua ras/bangsa

    2.Tanda dan Gejala yang Predominan 

    Rasa lelah, penurunan efisiensi tubuh, kesulitan konsentrasi (berpikir), sakit kepala, muda lupa, dan rasa pusing (dizziness) merupakan gejala-gejala awal yang dialami penderita PV. Gejala dan tanda yang mula-mula timbul ini biasanya disebabkan oleh hipervolemia dan sindrom hiperviskositas sekunder akibat peningkatan massa sel darah merah dan selanjutnya akan dapat timbul keluhan akibat splenomegali yang sekunder terhadap hemopoiesis ekstramedular.
    Splenomegali timbul pada sekitar 75% penderita polisitemia dan hepatomegali pada kira-kira sejumlah 40%. Gout terjadi pada 5-10%. Lima puluh peran penderita akan datang dengan gatal-gatal (pruritus) diseluruh tubuh, terutama setelah mandi air panas, suatu keadaan yang diakibatkan oelh meningkatnya kadar histamin dalam darah.
    Di halaman berikut ini adalah beberapa gejala dan akibat polisitemia vera yang dapat ditemukan pada penderita:
    1. Hiperviskositas, gejala dan tandanya
    Hiperviskositas mengakibatkan menurunnya aliran darah dan terjadinya hipoksia jaringan serta manifestasi susunan saraf pusat berupa sakit kepala, dizziness, vertigo, stroke, tinitus dan gangguan penglihatan berupa pandangan kabur, skotoma dan diplopia.
    Manifestasi kardiovaskular:
    Angina petoris dan klaudikasia intermiten
    Manifestasi pendarahan (terjadi pada 10-30% kasus): Epistaksis, ekimosis dan pendarahan gastrointestinal
    Trombosit vena atau trombofiebitis dengan emboli (terjadi pada 30-50% pasien)
    2. Gejala dan tanda pada kulit
    Pruritus terjadi pada 50% kasus dan urtikaria terjadi pada 10% kasus. Kemungkinan disebabkan karena perubahan metabolisme histamin
    Plethoa dan akrosianosis adalah manifestasi eritrositosis adalah manifestasi eritrositosis berat.

    3.Diagnosis 

    Sebagaimana suatu kelainan mieloproferatif, PV dapat emmberikan kesulitan dengan gambaran klinis yang hampir sama dengan berbagai keadaan lainnya (polistemia sekunder). Karena kompleksnya penyakit ini, International Polycythemia Study Group dibentuk untuk menentapkan pedoman dalam diagnosis polisitemia vera, dengan hasil sebuah klasifikasi seperti yang dapat dilihat dibawah ini.

    Kategori A:
    Meningkatnya massa sel darah merah. Hal ini diukur dengan krom-radioaktif Cr54. Pada pria ³ / 36 ml/kg, dan pada wanita ³/32 ml/kg.
    Saturasi oksigen arterial /92%. Eritrositosis yang terjadi sekunder terhadap ... penyakit/keadaan lainnya juga disertai masa sel darah merah yang meningkat. Salah satu pembeda yang digunakan adalah diperiksanya saturasi oksigen arterial, dimana pada PV tidak didapatkan penurunan. Kesulitan ditemui apabila penderita tersebut berada dalam keadaan 1) alkalosis respiratorik, dimana kurva disosiasi po2 akan bergeser ke kiri, dan 2) hemoglobinopati, dimana afinitas oksigen meningkat sehingga kurva po2 juga akan bergeser ke kiri
    Spenomegali

    Kategori B
    Tromosit : Trombosit 400.000/mm3
    Leukositosis : leukosit /12.000/mm3 (tidak ada infeksi)
    LAF score meningkat lebih dari 100 (tanda adanya panas atau infeksi)
    Meningginya Vit B12 serum atau UBBC: serum Vit B12 > 900 pg/ml atau UBBC 2200 pg/ml

    Diagnosis polistemia dapat ditegakkan jika memenuhi kriteria :
    a. Kategori A1 + A2 + A3
    b. Kategori A1 + A2 dan kriteria B

    Pemeriksaan Laboratorium

    1. Eritrosit
    Untuk menegakkan diagnosis polisitemia vera, peninggian red call mass haruslah didemonstrasikan pada saat perjalanan penyakit ini. Pada sediaan apus eritrosit biasanya normokrom, normositik kecualit jika terdapat defisiensi besi. Poikilositosis dan anisositosis menunjukkan adanya transisi kearah metaplasma mieloid di akhir perjalanan penyakit.
    2. Granulosit
    Granulosit jumlahnya meningkat, berkisar antara 12.000-25.000/mm3. Terjadi pada 2/3 penderita polistemia vera. Pada dua pertiga kasus ini juga terdapat basofilia.
    3. Trombosit
    Jumlah trombosit biasanya berkisar antara 450.000-800.000/mm3 sering dengan morfologi yang abnormal.
    4. B12 Serum
    B12 serumh meningkat konsentrasinya pada 35% pasien dan UBBC meningkat pada 75% pasien-pasien polisitemia vera.
    5. Pemeriksaan Sumsum Tulang
    Sumsum tulang menunjukkan peningkatan selularitas normoblastik hiperplasiaeritroid, peningkatan ringan jumlah mengkariosit dan sedikit fibrosis.

    5.Penatalaksanaan
    A. Prinsip Pengobatan
    Menurunkan volume darah sampai ke tingkat normal dan mengontrol eritropoesis dengan fiebotomi.
    Menghindari perbedaan elektif
    Menghindari pengobatan berlebihan (over treatment)
    Menghindari obat yang mutagenik, teratogenik dan berefek sterilisasi pada penderita usia muda
    Mengontrol panmielosis dengan dosis tertentu fosfor radioaktif atau kemiterapi pada penderita di atas 40 tahun bila didapatkan:
    - Trombositosis persisten di atas 800.000/mm3
    Terutama jika disertai gejala-gejala trombositosis
    - Leukositosis progresif
    - Splenomegali yang sismtomatik atau menimbulkan sitopenia problematik
    - Gejala sistemik yang tidak terkontrol seperti pruritus yang sukar dikendalikan, penurunan berat badan atau hiperurikosuria yang sulit diatasi.

    B. Pengobatan Medis 

    1. Fiebotomi
    Fiebotomi dapat merupakan pengobatan yang adekuat bagi seorang penderita selama bertahun-tahun. Tujuan prosedur tersebut ialah mempertahankan hematokrit antara 42-47% untuk mencegah timbulnya hiperviskositas.
    Pada permulaan, 250-500 cc darah dapat dikeluarkan dengan blood donor collection set standar setiap 2 hari. Pada penderita dengan penyakit veskular aterosklerotik yang serius, fiebotomi hanya boleh sebanyak 250 cc untuk mencegah timbulnya bahaya iskemia serebral. Indikasi flebotomi terutama pada semua pasien pada permulaan penyakit dan penderita masih dalam usia subur.
    Sekitar 200 mg besi dikeluarkan pada tiap 500 cc darah (normal total body iron kira-kira 5g). Defisiensi besi merupakan tujuan pengobatan fiebotomi berulang. Gejala defisiensi seperti glositis, keilosis, disfagia, dan astenia cepat hilangd engan pemberian besi.

    2. Fosfor Radiaktif (p32)
    Pengobatan ini efektif, mudah dan relatif murah untuk penderita yang tidak kooperatif atau dengan keadaan sosio-ekonomi yang tidak memungkinkan untuk berobat secara teratur.
    P32 pertama kali diberikan dengan dosis sekitar 2-3 mCi/m2 secara intravena. Dosis kedua diberikan sekitar 10-12 minggu setelah dosis pertama. Panmielosis dapat dikontrol dengan cara ini pada sekitar 80% penderita untuk jangka waktu sekitar 1-2 bulan dan mungkin berakhir 2 tahun atau lebih lama lagi. Sitopenia yang serius setelah pengobatan ini jarang terjadi. Pasien diperiksa sekita 2-3 bulan sekali setelah keadaan stabil. 

    3. Kemoterapi
    Obat alkilasi, terutama Chlorambucil Melphalan dan Busulfan.
    Busulfan: induksi 0.05-0.01 mg/kg/hari oral, selama 4-6 minggu.
    Hidroksiurea 15-25 mg/kg/hari oral, dalam dua dosis. Penderita dengan pengobatan cara ini harus diperiksa lebih sering (sekitar dua sampai tiga minggu sekali). Respons sangat pendek waktunya dans ering timbul mielosupresi yang serius dan juga resiko lebih ebsar untuk menjadi leukemia akut. 

    4. Pengobatan Suportif
    Hiperurisemia diobati dengan alopurinol 100-600 mg/hari oral ...

    .pada penderita dengan penyakit yang aktif.
    Pruritus dapat dikontrol dengan Siproheptadin 4-16 mg/hari atau Kolestiramin 4 g 3 x sehari.

    ASUHAN KEPERAWATAN

    A.PENGKAJIAN
    1.Identitas klien
    meliputi :nama,umur,alamat,nomorregister,pekerjaan,pendidikan,agama
    2.Keadaan dan keluhan utama
    Apa yang menjadi keluhan utama yang dirasakan klien saat kita lakukan pengkajian yaitu pucat,cepat lelah,takikardi,palpitasi,dan takipnoe
    3.Riwayat penyakit dahulu
    -adanya penyakit kronis seperti penyakit hati,ginjal
    -adanya perdarahan kronis/adanya episode berulangnya perdarahan kronis
    -adanya riwayat penyakit hematology,penyakit malabsorbsi.
    4.Riwayat penyakit keluarga
    -Adanya riwayat penyakit kronis dalam keluarga yang berhubungan dengan status penyakit yang diderita klien saat ini
    -adanya anggota keluarga yang menderita sama dengan klien
    -adanya kecendrungan keluarga untuk terjadi anemia
    5.Riwayat penyakit sekarang
    apa yang dirasakan klien saat ini yang berhubungan dengan status penyakit yang dideritanya(anemia)
    6.Data sosial,psikologis dan agama
    -Keyakinan klien terhadap budaya dan agama yerteru yang mempengaruhi kebiasaan klien dan pilihan pengobatan misal penolakan transfusi darah
    -adanya depresi
    7.Data kebiasaan sehari-hari
    Nutrisi
    -penurunan masukan diet
    -masukan diet rendah protein hawani
    -kurangnya intake zat makanan tertentu:vitamin b12,asam folat
    Aktivitas istirahat
    -frekuensi dan kualitas pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur
    Eliminasi BAK dan BAB
    -Frekuensi,warna,konsistensi dan bau
    8.Pemeriksaan fisik
    Sistim Sirkulasi
    Gejala :
    -riwayat kehilangan darah kronis
    -riwayat endokarditis infektif kronis
    -palpitasi
    Tanda:
    Tekanan darah : Peningkatan sistolik dengan diastolic stabil dan tekanan nadi melebar, hipotensi postural.
    Disritmia:abnormalitas EKG missal:depresi segmen ST dan pendataran atau depresi gelombang T jika terjadi takikardia
    Denyut nadi : takikardi dan melebar
    Ekstremitas : Warna pucat pada kulit dan membran mukosa (konjongtiva,mulut, faring, bibir dan dasar kuku)
    Sklera : Biru atau putih seperti mutiara.
    Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke perifer dan vasokonstriksi kompensasi).
    Kuku : Mudah patah.
    Rambut : Kering dan mudah putus.

    Sistim Neurosensori
    Gejala:
    -sakit kepala,berdenyut,pusing,vertigo,tinnitus,ketidakmampuan berkosentrasi
    -imsomnia,penurunan penglihatan dan adanya bayangan pada mata
    -kelemahan,keseimbangan buruk,kaki goyah,parestesia tangan /kaki
    -sensasi menjadi dingin
    Tanda:
    Peka rangsang, gelisah, depresi, apatis.
    Mental : tak mampu berespon.
    Oftalmik : Hemoragis retina.
    Gangguan koordinasi.

    Sistim Pernafasan
    Gejala:
    -napas pendek pada istirahat dan meningkat pada aktivitas
    Tanda :
    -Takipnea,ortopnea, dan dispnea.

    Sistim Nutrisi
    Gejala:
    -penurunana masukan diet,masukan protein hewani rendah
    -nyeri pada mulut atau lidah,kesulitan menelan(ulkus pada faring)
    -mual muntah,dyspepsia,anoreksia
    -adanya penurunan berat badan
    Tanda:
    Lidah tampak merah daging
    Membran mukosa kering dan pucat.
    Turgor kulit : buruk, kering, hilang elastisitas.
    Stomatitis dan glositis.
    Bibir : Selitis(inflamasi bibir dengan sudut mulut pecah)

    Sistim Aktivitas/ Istirahat
    Gejala:
    -keletihan,kelemahan,malaise umum
    -kehilamgan produktivitas,penurunan semangat untuk bekarja
    -toleransi terhadap latihan rendah
    -kebutuhan untuk istirahat dan tidur lebih banyak
    Tanda:
    Takikardia/takipnea,dispnea pada bekerja atau istirahat.
    Letargi, menarik diri, apatis, lesu dan kurang tertarik pada sekitarnya.
    Kelemahan otot dan penurunan kekuatan.
    Ataksia,tubuh tidak tegak

    Sistim Seksualitas
    Gejala:
    -hilang libido(pria dan wanita)
    -impoten
    Tanda:
    Serviks dan dinding vagina pucat.

    Sistim Keamanan dan Nyeri
    Gejala:
    -riwayat pekarjaan yang terpapar terhadap bahan kimia
    -riwayat kanker
    -tidak toleran terhadap panas dan dingin
    -transfusi darah sebelumnya
    -gangguan penglihatan
    -penyembuhan luka buruk
    -sakit kepala dan nyeri abdomen samar
    Tanda:
    Demam rendah, menggigil, dan berkeringat malam.
    Limfadenopati umum
    Petekie dan ekimosis.
    Nyeri abdomen samar dan sakit kepala.

    9. Pemerikasaan Penunjang Diagnostik
    a. Jumlah darah lengkap: Hb dan Ht menurun.
    Jumlah eritrosit menurun.
    Pewarnaan SDM : ...

    .Menditeksi perubahan warna dan bentuk ( mengidentifikasi tipe anemia).
    LED : Peningkatan menunjukkan adanya reaksi inflamasi.
    b. Pemeriksaan Hb elektroforesis : Mengidientifikasi tipe struktur Hb.
    c. Bilirubin serum.
    d. Folat serum dan vitamin B12.
    e. TIBC Serum, feritin serum, LDH serum
    f. Pemeriksaan endoskopik dan radiografik dll.

    B. Diagnosa Keperawatan Yang Muncul berdasarkan prioritas
    1. Perubahan perfusi jaringan sehubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrisi ke sel tubuh.
    2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan sehubungan dengan intake yang menurun yang diperlukan untuk pembuatan sel darah merah normal.
    3. Intoleransi aktivitas sehubungan dengan ketidakseimbangan antara supplai oksigen dan kebutuhan.
    4. Resiko tinggi terhadap infeksi sehubungan dengan pertahanan sekunder tidak ade kuat .

    C. Planning
    1. Kriteria hasil :
    Menunjukkan perfusi ade kuat : tanda vital stabil, membrane merah muda, pengisian kapiler baik.

    2. Kriteria hasil :
    Menunjukkan peningkatan berat badan atau berat badan stabil dengan nilai laboratorium normal.
    Tidak mengalami tanda malnutrisi.
    Menunjukkan perilaku atau perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan berat badan yang sesuai.
    3. Kriteria hasil :
    Peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas sehari – hari)
    Menunjukkan penurunan tanda fisiologis intoleransi misalnya : nadi, pernafasan dan pertahanan darah dalam rentang normal.
    4. Kriteria hasil :
    Mengidentifikasi perilaku untuk mencegah atau menurunkan resiko infeksi
    Data Laboratorium terhadap komponen pertahanan sekunder dalam rentang normal.

    D. Implementasi
    1. Untuk diagnosa 1
    mandiri :
    Awasi tanda vital, kaji pengisian kapiler dan warna kulit atau membrane mukosa.
    R : Memberikan informasi tentang derajat/ keadikuatan perfusi jaringan dan membantu menentukan kebutuhan interfensi.
    Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi
    R : Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigennasi untuk kebutuhan seluler kecuali bila ada hipotensi
    Kaji pernafasan, auskultasi bunyi napas
    R : Dispnea, gemericik menunjukkan adanya peningkatan kompensasi jantung untuk pengisian kapiler
    Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan dan tubuh hangat sesuai indikasi.
    R : Vasokonstriksi ke organ vital menurunkan sirkulasi perifer. Kenyamanan pasien akan kebutuhan rasa hangat harus seimbang untuk mengindari panas berlebihan pencetus vasodilatasi (penurunan perfusi organ).

    Kolaborasi :
    Awasi pemeriksaan Laboratorium : Hb,Ht, Jumlah SDM, GDA
    R : Mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan ataupun respon terhadap terapi.
    Berikan transfuse darah (SDM darah lengkap/ packed, produk darah sesuai dengan indikasi). Awasi ketat untuk komplikasi tranfusi.
    R : Meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen, memperbaike defisiensi untuk menurunkan resiko perdarahan

    Untuk Diagnosa 2
    Mandiri :
    Kaji riwayat nutrisi
    R : Mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan interfensi
    Observasi intake nutrisi pasien, timbang berat badan setiap hari
    R : Mengawasi masukan kalori atau kualitas kekurangan nutrisi, mengawasi penurunan BB atau efektivitas intervensi nutrisi.
    Berikan intake nutrisi sedikit tapi sering
    R : Intake yang sedikit tapi sering menurunkan kelemahan dan meningkatkan pemasukan serta mencegah distensi gaster.
    Observasi adanya mual muntah dan gejala lain yang berhubungan
    R : Gejala gastrointestinal dapat menunjukkan efek anemia (hipoksia pada organ).
    Jaga hygiene mulut yang baik
    R : Meningkatkan nafsu makan dan intake oral, menurunkan pertumbuhan bakteri, meminimalkan infeksi.
    Berikan diet halus, rendah serat, menghindari makanan panas, pedas atau terlalu asam sesuai indiksi bila perlu berikan suplemen nutrisi.
    R : Bila ada lesi oral, nyeri dapat membatasi intake makanan yang dapat ditoleransi pasien, meningkatkan masukan protein dan kalori.

    Kolaborasi :
    Kolaborasi dengan ahli gizi
    R : Membantu dalam membuat rencana diet untuk memenuhi kebutuhan individual
    Pantau pemeriksaan Lab : Hb, Ht, BUN, Albumin, Protein, Transferin, Besiserum, B12, Asam folat.
    R : Meningkatkan efektivitas program pengobatan termasuk sumber diet nutrisi yang diperlukan.
    Berikan pengobatan sesuai dengan indikasi misalnya :
    - Vitamin dan suplemen mineral : Vitamin B12, Asam folat dan Asam askorbat (vitamin C).
    R : Kebutuhan penggantian tergantung tipe pada anemia dan atau masukan oral yang buruk dan difesiensi yang diidentifikasi.
    - Besi dextran (IM/IV)
    R : Diberikan ... .sampai deficit diperkirakan teratasi dan disimpan untuk yang tidak dapat diabsorpsi, atau bila kehilangan darah terlalu cepat untuk penggantian pengobatan oral menjadi efektif.
    - Tambahan Besi oral
    R : Untuk pasien anemia difisiensi besi
    - Asam Hidroklorida (HCL)
    R : Mempunyai sifat absorpsi vitamin B12 selama minggu pertama terapi

    Untuk Diagnosa 3
    mandiri
    Kaji kemampuan pasien untuk aktivitas, catat adanya kelemahan.
    R : Mempengaruhi pilihan intervensi atau bantuan.
    Awasi dan kaji TTV selama dan sesudah aktivitas, catat respon terhapad tingkat aktivitas seperti denyut jantung, pusing, dispnea, takipnea dsb.
    R : Manifestasi kardiopolmunal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah oksigen ade kuat ke jaringan.
    Berikan bantuan dalam aktivitas dan libatkan keluarga
    R : Meningkatkan harga diri pasien
    Rencanakan kemajuan aktivitas dengan pasien, tingkatkan aktivitas sesuai toleransi dengan tehnik penghematan energi serta menghentikan aktivitas jika palpitasi, nyeri dada, napas pendek, atau terjadi pusing.
    R : Meningkatkan secara bertahap tingkat aktivitas sampai normal dan memperbaiki tonus otot, dengan membatasi adanya kelemahan, serta menghindari terjadinya regangan/ stress kardiopolmonal yang dapat menimbulkan dekompensasi/ kegagalan.

    Untuk diagnosa 4
    Mandiri :
    Pertahankan tehnik aseptic selama prosedur
    R : Menurunkan resiko infasi bakteri.
    Berikan perubahan posisi/ ambulasi yang sering, latihan batuk dan napas dalam.
    R : Meningkatkan ventilasi segmen paru dan membantu memobilisasi sekresi untuk mencegah pnemonia
    Berikan perawatan kulit, perianal dan oral dengan cermat
    R : Menurunkan resiko infeksi jaringan.
    Berikan isolasi bila mungkin, batasi pengunjung
    R : Membatasi terjadinya infeksi karena respon imun terganggu
    Kolaborasi :
    Kolaborasi pemberian antiseptic, antibiotic sistemik.
    R : Mungkin digunakan secara propilaktik untuk menurunkan kolonisasi atau pengobatan proses infeksi local.

    itu hanya sebagian kecil yang saya dapatkan di google :) semoga dapat membantu anda :)

    adapted from : google.com

    Sabtu, 31 Maret 2012

    Thalasemia

    Diposting oleh Unknown di 08.53 2 komentar


    Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif. Ditandai oleh defisiensi produksi globin pada hemoglobin. dimana terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari). Kerusakan tersebut karena hemoglobin yang tidak normal (hemoglobinopatia)
    Tanda Dan Gejala Klien Dengan Thalasemia
    Klasifikasi Thalasemia
    Secara molekuler talasemia dibedakan atas :
    1. Thalasemia (gangguan pembentukan rantai a)
    2. Thalasemia b (gangguan p[embentukan rantai b)
    3. Thalasemia b-d (gangguan pembentukan rantai b dan d  yang letak gen nya diduga berdekatan).
    4. Thalasemia d  (gangguan pembentukan rantai d)
    Secara klinis talasemia dibagi dalam 2 golongan yaitu :
    1. Thalasemia Mayor (bentuk homozigot) Memberikan gejala klinis yang jelas
    2. Thalasemia Minor biasanya tidak memberikan gejala klinis

    Gejala Klinis Thalasemia
    Thalasemia mayor, gejala klinik telah terlihat sejak anak baru berumur kurang dari 1 tahun, yaitu:
    • Lemah
    • Pucat
    • Perkembangan fisik tidak sesuai dengan umur
    • Berat badan kurang
    • Tidak dapat hidup tanpa transfusi
    Thalasemia intermedia : ditandai oleh anemia mikrositik, bentuk heterozigot.
    Thalasemia minor/thalasemia trait : ditandai oleh splenomegali, anemia berat, bentuk homozigot.
    Patofisiologi Thalasemia
    Penyebab anemia pada thalasemia bersifat primer dan sekunder. Penyebab primer adalah berkurangnya sintesis Hb A dan eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran sel-sel eritrosit intrameduler. Penyebab sekunder adalah karena defisiensi asam folat,bertambahnya volume plasma intravaskuler yang mengakibatkan hemodilusi, dan destruksi eritrosit oleh system retikuloendotelial dalam limfa dan hati.
    Penelitian biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai alfa atau beta dari hemoglobin berkurang. Tejadinya hemosiderosis merupakan hasil kombinasi antara transfusi berulang,peningkatan absorpsi besi dalam usus karena eritropoesis yang tidak efektif, anemia kronis serta proses hemolisis.
    • Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb-A dengan dua polipeptida rantai alpa dan dua rantai beta.
    • Pada Beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya rantai Beta dalam molekul hemoglobin yang mana ada gangguan kemampuan eritrosit membawa oksigen.
    • Ada suatu kompensator yang meninghkatkan dalam rantai alpa, tetapi rantai Beta memproduksi secara terus menerus sehingga menghasilkan hemoglobin defektive. Ketidakseimbangan polipeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal ini menyebabkan sel darah merah menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis.
    • Kelebihan pada rantai alpa pada thalasemia Beta dan Gama ditemukan pada thalasemia alpa. Kelebihan rantai polipeptida ini mengalami presipitasi dalam sel eritrosit. Globin intra-eritrositk yang mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida alpa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak stabil-badan Heinz, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis.
    • Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi bone marrow memproduksi RBC yang lebih. Dalam stimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi RBC diluar menjadi eritropoitik aktif. Kompensator produksi RBC terus menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan distruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh.
    Pemeriksaan Penunjang
    • Hasil apusan darah tepi didapatkan gambaran perubahan-perubahan sel dara merah, yaitu mikrositosis, anisositosis, hipokromi, poikilositosis, kadar besi dalam serum meninggi, eritrosit yang imatur, kadar Hb dan Ht menurun.
    • Elektroforesis hemoglobin: hemoglobin klien mengandung HbF dan A2 yang tinggi, biasanya lebih dari 30 % k
    THALASEMIA.Bambang Permono, IDG Ugrasena, Mia Ratwita A
    Divisi Hematologi – Bag./SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/RSU Dr. Soetomo 
    Thalassemia adalah suatu kelompok anemia hemolitik kongenital herediter yang diturunkan secara autosomal, disebabkan oleh kekurangan sintesis rantai polipeptid yang menyusun molekul globin dalam hemoglobin.

    PATOFISIOLOGI

    ·         Molekul globin terdiri atas sepasang rantai-a dan sepasang rantai lain yang menentukan jenis Hb. Pada orang normal terdapat 3 jenis Hb, yaitu Hb A (merupakan > 96% dari Hb total, tersusun dari 2 rantai-a dan 2 rantai-b = a2b2), Hb F (< 2% = a2g2) dan HbA2 (< 3% = a2d2). Kelainan produksi dapat terjadi pada ranta-a (a-thalassemia), rantai-b (b-thalassemia), rantai-g (g-thalassemia), rantai-d (d-thalassemia), maupun kombinasi kelainan rantai-d dan rantai-b (db-thalassemia).
    ·         Pada thalassemia-b, kekurangan produksi rantai beta menyebabkan kekurangan pembentukan a2b2 (Hb A); kelebihan rantai-a akan berikatan dengan rantai-g yang secara kompensatoir Hb F meningkat; sisanya dalam jumlah besar diendapkan pada membran eritrosit sebagai Heinz bodies dengan akibat eritrosit mudah rusak (ineffective erythropoesis).


    DIAGNOSIS
    1.      Anamnesis
    Keluhan timbul karena anemia: pucat, gangguan nafsu makan, gangguan tumbuh kembang dan perut membesar karena pembesaran lien dan hati. Pada umumnya keluh kesah ini mulai timbul pada usia 6 bulan.
    1.      Pemeriksaan fisis
    o    Pucat
    o    Bentuk muka mongoloid (facies Cooley)
    o    Dapat ditemukan ikterus
    o    Gangguan pertumbuhan
    o    Splenomegali dan hepatomegali yang menyebabkan perut membesar
    2.      Pemeriksaan penunjang
    3.      Darah tepi :
    ·         Hb rendah dapat sampai 2-3 g%
    ·         Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik hipokromik, sel target, anisositosis berat dengan makroovalositosis, mikrosferosit, polikromasi, basophilic stippling, benda Howell-Jolly, poikilositosis dan sel target. Gambaran ini lebih kurang khas.
    ·         Retikulosit meningkat.
    1.      Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis) :
    ·         Hiperplasi sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak dari jenis asidofil.
    ·         Granula Fe (dengan pengecatan Prussian biru) meningkat.
    1.      Pemeriksaan khusus :
    ·         Hb F meningkat : 20%-90% Hb total
    ·         Elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb F.
    ·         Pemeriksaan pedigree: kedua orangtua pasien thalassemia mayor merupakan trait (carrier) dengan Hb A2 meningkat (> 3,5% dari Hb total).
    1.      Pemeriksaan lain :
    ·         Foto Ro tulang kepala : gambaran hair on end, korteks menipis, diploe melebar dengan trabekula tegak lurus pada korteks.
    ·         Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum tulang sehingga trabekula tampak jelas.

    DIAGNOSIS BANDING

    Thalasemia minor :
    ·         anemia kurang besi
    ·         anemia karena infeksi menahun
    ·         anemia pada keracunan timah hitam (Pb)
    ·         anemia sideroblastik
    Gejala thalasemia yang sering ditemui lesu, tidak punya nafsu makan, lekas capai, sering terkena radang tenggorokan dan flu. Penderita mengalami ketidakseimbangan dalam produksi hemoglobin (Hb).
    Penderita thalasemia tidak mampu memproduksi protein alpha/protein beta dalam jumlah yang cukup. Sehingga sel darah merahnya tidak dapat terbentuk dengan sempurna. Insiden pembawa sifat thalasemia di Indonrsia berkisar antara 6-10%, artinya dari setiap 100 orang 6-10 orang adalah pembawa sifat thalassemia.
    Thalasemia diturunkan oleh orang tua yang carrier kepada anaknya. Jika ayah dan ibu menderita thalassemia maka kemungkinan anaknya untuk membawa sifat talasemia sebesar 50% .
    Oleh karena pembawa sifat talassemia tidak dapat dibedakan dengan individu normal, maka statusnya hanya dapat dibedakan dengan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium untuk skrining dan diagnosis thalasemia meliputi:
    1. Hematologi Rutin: untuk mengetahui kadar Hb dan ukuran sel-sel darah
    2. Gambaran darah tepi : untuk melihat bentuk, warna dan kematangan sel-sel darah.
    3. Feritin, SI dan TIBC : Untuk melihat status besi
    4. Analisis Hemoglobin : untuk diaknosis dan menentukan jenis thalassemia.
    5. Analisis DNA : untuk diaknosis prenatal (pada janin) dan penelitian.
    Gejala dari thalassemia mayor :
    1. Pucat
    2. Perut membesar, disebabkan oleh pembesaran hati dan limpa.
    3. Akumulasi zat besi pada beberapa organ tubuh (kulit, jantung, paru, kelenjar endokrin, termasuk kelenjar pertumbuhan dan kelenjar pankreas pembentuk insulin). Mengakibatkan anak gagal tumbuh, pertumbuhan seks sekundernya terhambat (sehingga membuatnya mandul), kulit menjadi kehitaman, tulang rapuh, serta mudah patah.
    Sedangkan pada talassemia minor terjadi tanpa adanya gejala. Namun bila dilakukan pemeriksaan darah tepi, penderita akan mendapatkan hasil yang menunjukkan kadar Hb rendah dan ukuran sel darah merah yang kecil. Thalassemia minor sering sekali diduga sebagai anemia, yang terjadi akibat kurangnya nutrisi (anemia defisiensi zat besi).
    Seperti yang telah dijelaskan di atas, thalassemia mayor dan thalassemia minor disebabkan karena kelainan genetik. Namun thalassemia mayor diturunkan dari kedua orang tua yang masing-masing memiliki satu gen thalassemia.
    Penanganan yang perlu dilakukan bagi penderita thalassemia mayor adalah :
    1. Melakukan transfusi darah seumur hidup.
    2. Mengeluarkan zat besi yang terakumulasi akibat transfusi darah rutin secara berkala.
    3. Memantau fungsi jantung, paru-paru, tulang, pankreas, maupun kelenjar endokrin lainnya.
    4. Transplantasi sumsum tulang belakang untuk menjadikan penderita thalassemia mayor menjadi thalassemia minor.
    5. Penanganan secara psikososial bagi penderita thalassemia dan keluarganya.
    Sedangkan penanganan yang perlu dilakukan pada penderita thalassemia minor adalah :
    1. Melakukan transfusi darah seumur hidup pada kondisi tertentu.
    2. Mengeluarkan zat besi yang terakumulasi akibat transfusi darah rutin secara berkala.
    3. Penanganan secara psikososial bagi penderita dan keluarganya. 

    Morfologi Eritrosit dan Kelainannya

    Diposting oleh Unknown di 01.55 7 komentar

    MORFOLOGI ERITROSIT DAN KELAINANNYA

    Eritrosit normal berbentuk bulat atau agak oval dengan diameter 7 – 8 mikron (normosit). Dilihat dari samping, eritrosit nampak seperti cakram atau bikonkaf dengan sentral akromia kira-kira 1/3 – ½  diameter sel. Pada evaluasi sediaan darah apus maka yang perlu diperhatiakan adalah 4S yaitu size (ukuran), shape (bentuk), warna (staining) dan struktur intraselluler.
    Kelainan Ukuran Eritrosit  
    a.       Mikrosit
    Diameter < 7 mikron, biasa disertai dengan warna pucat (hipokromia). Pada  pemeriksaan sel darah lengkap didapatkan MCV yang rendah. Ditemukan pada
    -          Anemia defesiensi besi
    -          Keracunan tembaga
    -          Anemia sideroblasik
    -          Hemosiderosis pulmoner idiopatik
    -          Anemia akibat penyakit kronik
    b.      Makrosit
    Diameter rata-rata > 8 mikron. MCV lebih dari normal dan MCH biasanya tidak berubah. Ditemukan pada:
    -          Anemia megaloblastik
    -          Anemia aplastik/hipoplastik
    -          Hipotiroidisme
    -          Malnutrisi
    -          Anemia pernisiosa
    -          Leukimia
    -          Kehamilan
    Anisositosis adalah suatu keadaan dimana ukuran diameter eritrosit yang terdapat di dalam suatu sediaan apus berbeda-beda (bervariasi).
    Variasi Kelainan Warna Eritrosit
    Sebagai patokan untuk melihat warna erotrosit adalah sentral akromia. Eritrosit yang mengambil warna normal disebut normokromia.
    Hipokromia dalah suatu keadaan dimana konsentrasi Hb kurang dari  normal sehingga sentral akromia melebar  (>1/2 sel). Pada hipokromia yang berat lingkaran tepi sel sangat tipis disebut dengan eritrosit berbentuk cincin     (anulosit). hipokromia sering menyertai krositosis. Ditemukan pada:
    -          Anemia defesiensi fe
    -          Anemia sideroblasti
    -          Penyakit menahun(mis. Gagal gunjal kronik)
    -          Talasemia
    -          Hb-pati (C dan E)
    Hiperkromik adalah eritrosit yang tampak lebih merah/gelap dari warna normal. Keadaan ini kurang mempunyai arti penting karena dapat disebabkan oleh penebalan membrane sel dan bukan karena naiknya Hb (oversaturation). Kejenuhan Hb yang berlebihan tidak dapat terjadi pada eritrosit normal sehingga true hypercromia tidak dapat terbentuk.
    Polikromasia adalah keadaan dimana terdapat bebrapa warna di dalam sebuah lapangan sediaan apus. Misalnya ditemukan basofilik dan asidofilik dengan kwantum berbeda –beda   karena ada penambahan retikulosit dan defek maturasi eritrosit. Dapat ditemukan pada keadaan eritropoesis yang aktif misalnya anemia pasca perdarahan dan anemia hemolitik. Juga dapat ditemukan pada gangguan eritropoesis seperti mielosklerosis dan hemopoesis ekstrameduler.
    Variasi Kelainan Bentuk Eritrosit
     a.       Poikilositosis
    Disebut poikilositosis apabila pada suatu sediaan apus ditemukan    bermacam-macam variasi bentuk eritrosit. Ditemukan pada:
    -          Anemia yang berat disertai regenerasi aktif eritrosit atau hemopoesis ekstrameduler
    -          Eritropoesis abnormal (anemia megaloblastik, leukemia, mielosklerosis,dll)
    -          Dekstruksi eritrosit di dalam pembuluh darah (anemia hemolitik)
    b.      Sferosit
    Eritrosit tidak berbentuk bikonkaf tetapi bentuknya sferik dengan tebal 3 mikron atau lebih. Diameter biasanya kurang dari 6.5 mikron dan kelihatan l;ebih hiperkromik daqn tidak mempunyai sentral akromia. Ditemukan pada:
    -          Sferositosis herediter
    -          Luka bakar
    -          Anemia hemolitik
    c.       Elliptosis (Ovalosit)
    Bentuk sangat bervariasi seperti oval, pensil dan cerutu dengan konsentrasi Hb umumnya tidak menunjukkan hipokromik. Hb berkumpil pada kedua kutub sel. Ditemukan pada:
    -          Elliptositosis herediter ( 90 – 95% eritrosit berbentuk ellips)
    -          Anemia megaloblastik dan anemia hipokromik (gambaran elliptosit tidak > 10 %)
    -          Elliptositosis dapat menyolok pada mielosklerosis
    d.      Sel Target (Mexican Het cell, bull’s eye cell)
    Eritrosit berbentuk tipis atau ketebalan kurang dari normal dengan bentuk target di tengah (target like appearance). Ratio permukaan/volume sel akan meningkat, ditemukan pada:
    -          Talasemia
    -          Penyakit hati kronik
    -          Hb-pati
    -          Pasca splenektomi
    e.       Stomatosit
    Sentral akromia eritrosit tidak berbentuk lingkaran tetapi memanjang seperti celah bibir mulut. Jumlahnya biasanya sedikit apabila jumlahnya banyak disebut stomatositosis. Ditemukan pada:
    -          Stomasitosis herediter
    -          Keracunan timah
    -          Alkoholisme akut
    -          Penyakit hati menahun
    -          Talasemia
    -          Anemia hemolitik
    f.       Sel Sabit (sickle cell; drepanocyte; cresent cell; menyscocyte)
    Eritrosit berbentuk bulan sabit atau arit . Kadang-kadang bervariasi berupa lanset huruf  “L”, “V”, atau “S” dan kedua ujungnya lancip. Terjadi oleh karena gangguan oksigenasi sel. Ditemukan pada penyakit-penyakit Hb-pati seperti Hb S dan lain-lain
    g.      Sistosit ( fragmented cell; keratocytes)
    Merupakan suatu pecahan eritrosit dengan berbagai macam bentuk. Ukurannya lebih kecil dari eritrosit normal. Bentuk fragmen   dapat bermacam-macam seperti helmet cell, triangular cell, dan sputnik cell. Ditemukan pada:
    -          Anemia hemolitik
    -          Purpura trombotik trombosistik
    -          Kelainan katup jantung
    -          Talasemia Major
    -          Penyakit keganasan
    -          Hipertensi maligna
    -          Uremia
    h.      Sel Spikel (sel bertaji)
    Ada 2 jenis sel bertaji yaitu akantosit dan ekinosit
    1.      Akantosit  (Spurr cell)  adalah eritrosit yang pada dinding   terdapat tonjolan–tonjolan sitoplasma yang berbentuk duri (runcing), disebut tidak merata dengan jumlah 5 – 10 buah, panjang dan besar tonjolan bervariasi, ditemukan pada:
    -          Abetalipoproteinemia herediter
    -          Pengaruh pengobatan heparin
    -          ‘Pyruvate kinase deficiency’
    -          Peny. Hati dengan anemia hemolitik
    -          Pasca splenektomi
    2.      Echynocyte (Burr cell, Crenated cell, sea-urchin cell) merupakan eritrosit dengan tonjolan duri yang lebih banyak ( 10 – 30 buah), berukuran   sama. Tersebar merata  pada pada permukaan sel. Ditemukan pada:
    -          Penyakit ginjal menahun (uremia)
    -          Karsinoma lambung
    -          Artefak waktu preparasi
    -          Hepatitis
    -          ‘Bleeding peptic ulcer’
    -          ‘Pyruvate kinase deficiency’
    -          Sirosis hepatic
    -          Anemia hemolitik
    i.        Tear Drop cell
    Eritrosit memperlihatkan tonjolan plasma yang mirip ekor sehingga seperti  tetes    air mata atau buah pir. Ditemukan pada:
    -          Anemia megaloblastik
    -          Myelofibrosis
    -          Hemopoesis ekstramedullar
    -          Kadang-kadang pada talasemia
    j.        Sel krenasi
    Eritrosit memperlihatkan tonjolan-tonjolan tumpul di seluruh permukaan sel. Letaknya tidak beraturan, ditemukan pada hemolisis   intravaskuler.
    k.      Kristal Hemoglobin C
    Bentuk kristal tetragonal. Ditemulan    pada penderita hemoglobin C yang telah di Splenektomi
    Kelainan Intra Sellular Eritrosit
     a.       Stipling basofilik
    Pada eritrosit terdapat bintik-bintik granula yang halus atau kasar, berwarna biru, multiple dan difus. Ditemukan pada:
    - keracunan timah
    - Anemia megaloblastik
    - ‘Myelodisplastik syndrom’(MDS)
    - Talasemia minor
    - ’Unstable hemoglobin   disease’
    b.      Benda Papenheimer
    Eritrosit dengan granula kasar, dengan diameter ± 2 mikron yang mengandung Fe, feritin, berwarna biru oleh karena memberikan reaksi Prusian blue positif. Eritrosit yang mengandung benda inklusi disebut siderosit dan bila ditemukan > 10% dalam sediaan hapus, petanda adanya gangguan sintesa hemoglobin. Ditemukan pada:
    - Anemia Sideroblastik
    - Pasca splenektomi
    - Beberapa anemia hemolitik
    c.       Benda Howell-Jolly
    Merupakan sisa pecahan inti eritrosit , diameter pecahan rat-rata 1 mikron, berwarna ungu kehitaman, biasanya tunggal. Ditemukan pada:
    - Pasca splenektomi
    - Anemia hemolitik
    - Anemia megaloblastik
    - Kelainan   metabolisme hemoglobin
    - Steatorrhoe
    - Osteomyelodisplasia
    - Talasemia
    d.      Cincin Cabot (“cabot Ring”)
    Merupakan sisa dari membrane inti, warna biru keunguan, bentuk cincin angka ‘8’. Terdapat dalam sitoplasma. Ditemukan pada:
    - Talasemia
    - Anemia pernisiosa
    - Anemia hemolitik
    - Keracunan timah
    - Pasca splenektomi
    - Anemia megaloblastik
    e.       Benda Heinz
    Hasil denaturasi hemoglobin yang berubah sifat. Tidak jelas terlihat dengan pewarnaan Wright’s, tetapi dengan pengecatan  kristal violet seperti benda-benda kecil tidak teratur berwarna dalam eritrosit. Ditemukan pada:
    -  G-6-PD defesiensi
    -  Anemia hemolitik karena obat
    -  Pasca splenektomi
    -  Talasemia
    -  Panyakit Hb Kohn Hamme
    f. Eritrosit berinti  (“Nucleated red cell”)
    Eritrosit muda bentuk metarubrisit. Adanya inti darah tepi disebut “normoblastemia”. Ditemukan pada:
    -  Perdarahan mendadak dengan sumsum tulang meningkat
    -  Penyakit hemolitik pada anak
    -  Kelemahan jantung kongestif
    -  Anemia megaloblastik
    -  Metastase karsinoma pada tulang
    -  Leuko-eritroblastik anemia
    -  Leukemia
    -  Anemia megaloblastik
    -  Hipoksia
    -  Aspeni
    g. Polikromatofilik
    Eritrosit muda yang mengambil zat warna asam dan basa karena RNA, ribosom dan hemoglobin. Bila diwarnai dengan pulasan supravital sel ini retikulosit.
    h. Rouleaux formation
    - Suatu eritrosit yang kelihatn tersusun  seperti mata uang logam, oleh karena    peninggian kadar hemoglobin yang normal, karena artefak.
    - Harus dibedakan   dari aglutinasi yang dijumpai pada AIHA
    - Ditemukan pada: Multiple mieloma, makroglobulonemia.
     

    CocoQuiin’s Blog Copyright © 2011 Design by Ipietoon Blogger Template | web hosting